REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hampir setiap orang tua pernah merasa marah kepada anaknya. Marah pada dasarnya merupakan emosi yang alami dan bisa memberikan dampak positif bila ditempatkan secara tepat. Namun, amarah juga bisa memberikan dampak negatif bila diekspresikan tanpa kontrol diri.
Menurut organisasi pengasuhan anak Raising Children, ada beragam alasan yang bisa menyebabkan orang tua merasa marah. Seperti diketahui, membesarkan anak merupakan sebuah pekerjaan yang besar dan penting.
Baca Juga
Jenazah 4 Anak yang Tewas di Jagakarsa Dimakamkan di TPU Perigi Sawangan
Mensos Khawatir Meningkatnya Kasus Anak Depresi Akibat Bullying
Film yang Awalnya Dianggap Mustahil Difilmkan Tapi Ternyata Jadi Karya Hebat
“Sering kali orang tua harus menyeimbangkan banyak tuntutan, termasuk tuntutan pekerjaan, waktu dengan keluarga, melakukan pekerjaan rumah, mengikuti aktivitas anak-anak, dan melakukan aktivitas sosial,” jelas Rising Children melalui laman resmi mereka, seperti dikutip Republika.co.id pada Ahad (10/12/23).
Di tengah beragam tuntutan yang harus dipenuhi ini, ada kalanya orang tua kehilangan kesabaran. Tak jarang, orang tua bisa merasa marah ketika situasi tak berjalan sesuai rencana.
Terkadang, rasa marah dan frustrasi juga bisa disebabkan oleh pasangan. Misalnya, karena ada ketidaksepakatan terkait cara membesarkan dan mendisiplinkan anak.
Rasa marah pada orang tua juga bisa muncul karena perilaku anak. Sebagai contoh, anak berbicara tidak sopan atau tidak mau menurut.
“Dan ada faktor lain yang bisa membuat Anda (orang tua) untuk merasa marah, seperti penyakit, stres di pekerjaan, kesulitan finansial, kurang tidur, dan minimnya waktu untuk memperhatikan diri sendiri,” ujar Rising Children.
Ketika rasa marah tersulut, orang tua terkadang mengekspresikannya tanpa kontrol pada anak. Emosi dan amarah tak terkendali yang diluapkan oleh orang tua kepada anak bisa memunculkan sejumlah dampak buruk bagi anak. Terlebih, bila amarah tersebut telah berkembang menjadi penyiksaan.
“Orang tua bisa mengekspresikan marah mereka dengan kehilangan kesabaran, membentak anak, atau bahkan menyiksa anak secara fisik, verbal, atau emosional,” ujar Medical News Today melalui laman resmi mereka.
Luapan amarah yang tak terkontrol bisa menyakiti anak dan membuat anak merasa bahwa mereka adalah sumber masalah dari kemarahan orang tua. Kondisi ini bisa mendorong anak untuk merasa bahwa diri mereka tidak berharga.
Tak hanya itu, amarah orang tua yang tak terkontrol juga dapat membuat anak merasa tertekan. Rasa tertekan ini bisa mempengaruhi proses perkembangan otak mereka.
“Tumbuh besar dengan dikelilingi oleh amarah merupakan faktor risiko dari penyakit mental di kemudian hari,” ujar Medical News Today.
Saat marah, orang tua mungkin berpikir bahwa mereka harus segera mengambil sebuah tindakan untuk “mengajarkan” sesuatu pada anak. Akan tetapi, hal ini sangat tidak disarankan oleh psikolog klinis Laura Markham PhD.
“Anda berpikir seperti itu karena dipengaruhi amarah Anda,” kata Markham, seperti dilansir Psychology Today.
Meski marah merupakan hal yang wajar, Markham mengatakan ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan orang tua kepada anak ketika marah. hal-hal tersebut adalah memukul, berkata kasar, menyebut anak dengan kata-kata tidak baik, memberi hukuman, dan berteriak.
“Bila Anda benar-benar butuh teriak, masuk ke mobil Anda dalam kondisi jendela tertutup dan teriak, teriaklah di tempat orang lain tidak bisa mendengar Anda, jangan gunakan kata-kata karena itu hanya akan membuat Anda lebih marah. Teriak saja,” ujar Markham.
Kemampuan orang tua dalam mengendalikan diri saat marah juga dapat menjadi pelajaran penting bagi anak. Anak akan memahami bahwa marah merupakan hal yang normal namun bisa dikelola. Agar bisa menjadi contoh yang baik, berikut ini adalah lima hal yang bisa dilakuakn orang tua untuk mengelola amarah, menurut Raising Children dan Markham:
1. Identifikasi sumber masalah
Sebelum mengelola amarah, ketahui dulu dari mana sumber marah itu berasal. Terkadang, pemicu amarah sebenarnya bukan berasal dari anak, melainkan dari diri sendiri.
2. Tenangkan diri
Bila tanda-tanda marah mulai muncul, coba lakukan hal-hal yang bisa membantu menenangkan diri. Sebagai contoh, bernapas dengan perlahan, menutup telinga dengan earphone bila anak bersuara keras, atau berjalan sebenar ke luar bila ada orang lain yang bisa menjaga anak di rumah.
3. Tunggu sebelum mendisiplinkan
Bila orang tua marah karena perilaku anak, tunggu dan tenangkan diri sebelum mendisiplinkan anak. Setelah lebih tenang, ajak anak duduk bersama dan berikan pemahaman kepada anak bahwa perilaku mereka salah. Berikan pula mereka ruang untuk menyampaikan apa yang mereka rasakan.
“Respons dengan batasan (atau pendisiplinan) yang masuk akal, bisa dilakukan, dan tetap respectful,” ujar Markham.
4. Jangan pernah main fisik
Tak peduli seberapa besar amarah yang dirasakan, orang tua disarankan untuk tidak main tangan kepada anak. Orang tua mungkin akan merasa sedikit lebih baik setelah memberikan hukuman fisik. Akan tetapi, hukuman tersebut bisa memberikan dampak buruk dan jangka panjang bagi anak.
5. Meminta maaf
Ada kalanya, orang tua kelepasan dan meluapkan amarah tak terkontrol pada anak. Dalam situasi seperti ini, orang tua harus meminta maaf kepada anak dan menjelaskan kepada anak bahwa sikap tersebut tidak bisa dibenarkan. Orang tua juga sebaiknya berjanji kepada anak bahwa perilaku tersebut tak akan terulang.
6. Cari cara mendisiplinkan yang efektif
Ada banyak cara yang lebih efektif dalam mendisiplinkan anak dibandingkan kemarahan. Menurut studi, mendisiplinkan anak dengan kemarahan justru bisa membuat anak berperilaku tidak baik.
Sebagai contoh, orang tua bisa menerapkan batasan yang jelas kepada anak melalui hubungan orang tua dan anak yang terjalin dengan kuat. Hubungan erat ini dapat mendorong anak untuk mematuhi batasan yang diberikan oleh orang tua meski anak tak “didisiplinkan” dengan cara yang keras.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini